RENUNGAN UNTUK PENDIDIK


Tulisan ini tidak dalam rangka menggurui . Karena saya yakin  seorang guru sejati, pasti merasakan pahit getirnya proses pendidikan. Ini hanya sebatas tulisan tentang kegundahan hati yang coba saya tuangkan. Sekaligus pengingat diri agar tidak terjebak dalam fenomena yang kadang abu-abu

Terkadang melihat orang tua sangat senang mendengarkan atau menyaksikan putra-putrinya ketika meraih prestasi. Prestasi di sekolah atau prestasi belajar dalam satu event tingkat regional atau di tingkat Nasional. Hal ini sangat wajar, karena setiap orang tua mendambakan putra putrinya menjadi yang terbaik dengan prestasi yang membanggakan. 

Prestasi anak didik adalah satu di antara kebanggaan yang seharusnya terus dikembangkan. Karena tidak hanya orang tua yang merasakannya. Bahkan menjadi poin untuk lembaga pendidikan tempat anak tersebut belajar. Prestasi anak didik sangat berdampak terhadap kepercayaan masyarakat, serta mengangkat status lembaga di mata publik. Bahwa lembaga mempunyai nilai jual  yang bagus dan bisa di perhitungkan.

Kita pun tidak pernah menyaksikan media sekolah manapun, yang berupaya mengapresiasi  anak didik yang berkarakter atau berahlak. Tidak ada reward berupa sesuatu yang layak untuk anak didik yang berahlak. Bahkan dianggap hal yang biasa-biasa. Tidak ada publikasi oleh pihak lembaga dan hanya sebatas menjadi konsumsi publik atau semacam obrolan rekan-rekan guru, di kantor atau di tempat lain. Dalam hal ini kita tidak menyalahkan pihak manapun karena  sepanjang sejarah dalam proses pendidikan tidak ada kompetisi akhlak antar lembaga.

Dari sini saya bertanya. Mengapa lembaga pendidikan lebih banyak memprioritaskan prestasi hasil belajar dari pada proses pendidikan yang menghasilkan akhlak anak didik? Ataukah nilai kepintaran anak lebih di banggakan? Sehingga ada asumsi bahwa prestasi hanya diberikan pada anak yang pintar dengan nilai yang baik, bukan pada anak yang berkarakter atau berahlak.

Apa anak yang berkarakter layak diapresiasi ? 

Hemat saya, sangat layak dengan memberi apresiasi pada anak yang berkarakter, agar menjadi rangsangan pada anak didik lainnya. Karena proses pembentukan karakter anak didik sangat dibutuhkan riyadhah dan kesabaran, serta uswah seorang pendidik. 

Sebagaimana kita maklum bahwa menjadi pendidik lebih berat dari pada pengajar. Karena pendidik memberi teladan yang baik, agar anak menjadi terdidik atau berkarakter. Sedangkan mengajar cukup mentransfer ilmu dari pengajar ke pelajar dengan berbagai media yang ada saat ini sehingga anak menjadi pintar.

بعثت لاءتمم مكارم الاخلاق

Bukankah Nabi SAW di apresiasi oleh Allah SWT karena karakternya yang luhur? Bukan sifat fathanah atau kecerdasan yang dimiliki Nabi.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

ADA TAPI LANGKA

العاقل يكفي بالاشارة

KISAH CINTA SUFI YANG MENGGETARKAN