SANTUN DALAM BERAGAMA

Pada dasarnya, di dalam beragama terdapat dua hal yang tidak mungkin terpisahkan. Pertama, keyakinan sepenuh diri akan kebenaran agama yang di anut. Kedua, menebarkan ajaran kebenaran agama yang di anut kepada sesama. Siapapun dengan ajaran agama manapun, pastilah memiliki dua hal itu di dalam diri. Dan keduanya harus ditempatkan sebagaimana mestinya oleh setiap pemeluk agama.

Meyakini agamanya sebagai yang paling benar, tentulah sebuah doktrin wajib. Tidak disebut beragama jika tidak meyakini sepenuh diri akan paling benarnya agama yang di anut. Tetapi, menjadi sangat salah jika keyakinan yang begitu mendalam ini di gunakan untuk menyalahkan orang lain yang tidak sesuai keyakinannya. Kenyataan yang pasti, manusia diciptkan beragam, bukan seragam. Sehingga perbedaan adalah keniscayaan yang mesti saling di hormati dan di hargai. Dengan demikian, begitu diri yakin, seyakin-yakinnya akan kebenaran yang di anut, maka saat itu pula harus bisa sadar dan memahami betul bahwa orang lain pun memiliki keyakinan yang sama.

Bahwa agamanyalah yang diyakini paling benar. Sikap saling mengerti dan menyadari satu sama lain ini akan menjadikan hubungan dengan siapapun dan latar belakang apapun bila senantiasa saling menghormat, saling menjaga kemesraan dan kedamaian.

Demikian halnya  dengan perintah masing-masing agama di dalam menyebar luaskan ajaran agamanya. Inipun tidak boleh di dasarkan pemaksaan. Tidak boleh di gunakan cara-cara kasar di dalam menebarkan ajaran agama. Sebab, setiap manusia memiliki kebebasan untuk menentukan langkah masing-masing.

Di dalam Islam jelas, tak ada paksaan dalam memeluk agama. Dengan demikian seseorang dikatakan muslim jika dalam memilih dan melaksanakan ajaran yang diyakininya dengan suka rela, bebas dari tekanan, ancaman dan paksaan. Bahwa pilihan beragama itu sangat di pengaruhi lingkungan, itu sudah pasti. Akan tetapi, pada akhirnya keberagamaan seseorang mestilah hasil pilihan sadar dan merdeka.

Karena keberislaman merupakan hak dan pilihan individu, maka Al-Qur'an mengingatkan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa ia sebagai Rasul hanya bertugas menyampaikan ajaran tuhan, tetapi tidak memiliki hak memaksa seseorang untuk beriman.

Bagimu agamamu, bagiku agamaku, bunyi teks Al-Qur'an. Tugas Rasul adalah menyampaikan amanat Tuhan dan memberi keteladanan pribadi mulia. Namun, iman dan amal seseorang semuanya menjadi urusan tuhan yang menilainya.

Namun sayang, terkadang dalam kenyataan hidup yang terjalani, selalu saja muncul ketidak cocokan, konflik dan permusuhan yang tak kunjung selesai. Makin runyam lagi, ketika bibit-bibit saling tidak pengertian itu dimanfaatkan pihak lain yang menginginkan kehancuran umat manusia demi keuntungan sendiri.

kenapa selalu timbul permusuhan? bahkan kadang sesama pemeluk agama yang sama?. Ada dua penyakit yang rentan menjangkiti diri manusia, yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tadi. Pertama , manusia lebih sering memperbaiki sesuatu di luar diri dan enggan membenahi apa yang di dalam diri. Jarang sekali membenahi kualitas ruhani. Sibuk membentuk citra di hadapan banyak orang. Dengan melupakan betapa pentingnya membangun kepribadian diri dari hati yang suci. Dan permusuhan, seringkali muncul dari persaingan tampilan-tampilan di luar diri.

Sudah umum, akhir-akhir ini terlampau banyak orang yang beratributkan keagamaan, di panggil ustadz, tetapi tingkah laku dan kepribadian tidak mencerminkan itu sama sekali. Ngakunya muslim, tetapi jangankan menjaga akhlak santun di hadapan semua ciptaan, menjaga lisan saja tidak bisa. Lebih-lebih media saat ini sangatlah mendukung dalam rangka menampilkan eksistensi diri. Seharusnya yang di utamakan adalah kesantunan, akhlak sebagai cerminan indah dari hati yang suci.Bukan sibuk menjaga penampilan dengan ragam atribut luaran. Tetapi, yang terpenting adalah meningkatkan kualitas ruhani dan terus mensucikan hati. Jika dari hati sudah suci, maka penampilan akan terindahkan oleh akhlak dan kesantunan di hadapan semua ciptaan.

Kedua, manusia cenderung tahan akan keburukan sendiri, tetapi sangat tidak tahan dengan keburukan orang lain.Yang kedua ini malah sangat bahaya jika diterus-teruskan. Dan sudah banyak yang terjangkit penyakit ini tanpa bisa sadar dan mau dengan berani untuk mengobati. Buktinya, tidak sedikit yang ketika melihat orang salah, ingin sekali segera di adili, diberikan hukuman yang setimpal.Tetapi, ketika diri sendiri yang salah, justru maunya tidak di apa-apakan, dimaklumi dan dibiarkan lepas.

Dalam kehidupan akan selalu ada manusia model demikian, dan bahkan akhir-akhir ini lebih banyak lagi. Sehingga langkah utama yang harus dilakukan adalah menyadarkan diri. Dan ini hanya bisa dilakukan diri sendiri, bukan orang lain.Jika beragam kesalahan masih dilakukan oleh diri, jangan gegabah untuk keras mengubah orang lain yang juga salah. Utamakan perbaikan itu dari dalam diri sendiri dulu. Jika tidak, selamanya diri akan hidup berkalang penyakit, tanpa bisa bangkit menjadi manusia baik.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ADA TAPI LANGKA

العاقل يكفي بالاشارة

KISAH CINTA SUFI YANG MENGGETARKAN